Berita
Menjadikan Libur Sekolah Bermanfaat
Tanggal : 07/07/2023, 16:36:16, dibaca 310 kali.Pada musim liburan ini, berbagai destinasi wisata banyak dikunjungi anak-anak usia sekolah. Dalam suatu kesempatan, penulis melihat anak-anak berduyun-duyun mengunjungi Bale Mijil tepatnya di Desa Candirejo Borobudur untuk menyaksikan seni pertunjukan wayang kulit berbasis relief Candi Borobudur.
Salah satu orang tua menuturkan kepada penulis alasannya mengajak anaknya ke destinasi wisata budaya tersebut.
"Saya berusaha untuk memberikan pengalaman nyata yang langsung dilihat dan dijalani. Di Bale Mijil ini, di samping anak saya menyaksikan seni pertunjukannya, juga boleh belajar memainkan wayangnya. Pengalaman nyata ini, nantinya biar bisa dipakai sebagai bahan tulisan ketika masuk sekolah," tuturnya di sela-sela mendampingi anaknya.
Rupanya sebagai orang tua, ibu tersebut sangat memahami, pada saat masuk sekolah kembali, anak-anak tersebut biasanya diminta oleh gurunya untuk menuliskan pengalaman pada saat libur untuk dikumpulkan atau dipresentasikan di depan kelas. Sang ibu ingin memberikan pengalaman faktual agar anaknya tidak menemukan kesulitan dalam menulis.
Memberi ruang berekspresi
Tidak bisa dipungkiri, ternyata tidak semudah membalikkan telapan tangan bagi peserta didik untuk menuliskan pengalaman liburan. Mereka yang didominasi keseharian hanya berkutat di rumah atau bermain sekitar rumah biasanya menyebut diri tidak memiliki pengalaman apa pun (St. Kartono, 2011).
Sebagai guru, penulis berusaha untuk terus memotivasi mereka untuk menuliskan pengalaman yang dialaminya, entah berkunjung ke rumah kerabatnya, berlibur di gunung, berlatih kesenian di desanya, sekadar jalan-jalan di seputar kampung atau kota, atau yang di rumah membantu orang tua. Penulis memberikan ruang berekspresi bagi mereka untuk menuangkan ide sekecil apa pun melalui media tulisan.
Resultansi dari pengalaman yang ditulis selama liburan tersebut, tagihannya selain dikumpulkan, peserta didik dapat mempresentasikan di depan kelas. Ekspektasinya tak lain yakni memberikan bekal kompetensi keberanian untuk dapat memaparkan idenya di depan publik, serta melatih akuntabilitas mereka terkait materi yang ditulis dari aktivitas faktualnya.
Dalam konteks liburan sekolah, semua bentuk pengalaman dapat dituliskan. Liburan tidak identik harus selalu berkunjung ke destinasi wisata dengan biaya mahal. Pengalaman keseharian di rumah atau lingkungan tempat tinggalnya bisa menjadi bahan tulisan menarik. Anak-anak tentu merasakan pengalaman berbeda ketika seharian berada di rumah dibandingkan dengan hari-hari sekolah. Pagi sampai sore harus di sekolah, sampai rumah belajar hingga larut malam. Ketika mereka di rumah bisa merasakan relasi keharmonisan bersama keluarga.
Penulis merasa tertegun ketika membaca curahan hati pengalaman mereka setelah liburan semester lalu.
"Selama beberapa hari aku di rumah. Aku dapat merasakan kehangatan keluarga yang sesungguhnya. Hari-hari itu aku lalui bersama dengan keluarga. Aku memutuskan libur semester ini tidak kemana-mana. Aku ingin membantu orang tuaku bekerja. Setiap pagi aku membantu ibuku dalam meringankan pekerjaan rumah seperti bersih-bersih rumah, mencuci pakaian, setrika, dan lain-lain. Sore harinya aku membantu pekerjaan ayahku merapikan perpustakaan pribadinya. Kadang juga ikut liputan budaya. Kebetulan ayahku berprofesi sebagai wartawan kebudayaan ...."
Berbagai pekerjaan keseharian di rumah, kadang tidak sempat dilakukan oleh anak-anak, karena mereka disibukkan dengan kegiatan sekolah yang menyita waktu. Beragam kegiatan kecil yang kadang luput dari perhatian apabila distimulasi kembali, tentunya akan dapat menjadi pengalaman berkesan yang tak terlupakan.
Tanpa kita sadari anak-anak diam-diam merasakan kerinduan kepada orang tuanya. Mereka rindu disapa, rindu untuk sekadar diperhatikan, atau rindu untuk sekadar merasakan sebagai anak yang ingin tinggal bersama keluarga di rumah. Tidak lebih dari itu. Tentunya simpul-simpul keinginan anak-anak tersebut perlu mendapat perhatian.
Ada juga anak-anak yang pernah berbagi dalam tulisannya. Di samping berkegiatan di rumah, ia juga melibatkan diri dalam kegiatan di kampung untuk berlatih seni tari. Dengan berlatih seni tari, ia merasakan ekpresi jiwanya yang diungkapkan melalui detail dari masing-masing gerak semakin menjadikan dirinya lebih percaya diri untuk tampil maupun mengutarakan pendapatnya di ranah publik.
Tidak berlebihan, apabila mereka tersebut dapat merasakan relasi emosional dengan keluarga dan lingkungannya pada saat berada di rumah. Liburan sekolah kiranya perlu menjadi momentum tepat untuk melatih ranah afeksi dan sosialitas mereka dalam keluarga serta menguatkan budaya srawung (bergaul) dengan lingkungan masyarakat sekitar.
Peran orang tua
Pada dasarnya orang tua memiliki peran strategis sebagai rekan belajar maupun komunikasi ketika anak-anak di rumah. Kesediaan anak-anak untuk belajar sering kali tergantung dari situasi dan kondisi yang mereka alami di rumah. Kerja sama antara orang tua dengan lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dengan harapan segala sesuatu yang diberikan oleh lembaga pendidikan memiliki keberlanjutan dengan yang dialami anak-anak selama di rumah.
Pendampingan orang tua di rumah tidak hanya terkait dengan bidang akademis, namun juga non akademis, seperti etika, sosial, atau menambah wawasan pengetahuan anak-anak di luar rumah. Dengan memberikan contoh pada perilaku normatif atau santun bermasyarakat sudah merupakan kontribusi besar orang tua dalam memberikan bekal kepada anak-anak.
Selain itu, orang tua dapat mengarahkan anak-anak untuk mencari kegiatan positif, seperti kegiatan di kampung, berlatih kesenian, atau mengunjungi perpustakaan. Semua kegiatan, baik di dalam dan di luar rumah apabila dilakukan sinergis, gembira, tulus, dan berkesinambungan dapat memperkuat nilai-nilai pendidikan karakter.
Dengan demikian, peran guru sebagai fasilitator perlu lebih diaktualisasikan untuk membantu peserta didik merefleksikan pengalamannya. Peran orang tua yang telah memberikan pendampingan intensif selama liburan kepada anak-anaknya sudah dipastikan akan memberikan kesan mendalam. Lebih dari itu, juga akan memperoleh peneguhan di kelas ketika masuk sekolah. Memang, anak-anak kita perlu dibantu untuk mengolah setiap pengalaman hidup yang pasti akan bermanfaat untuk bekal hidupnya kelak di kemudian hari.
(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)
Silahkan Isi Komentar dari tulisan berita diatas |
Komentar :
Kembali ke Atas